Masyarakat Kesulitan Beli Elpiji 3 Kg akibat Pengecer Dilarang Jualan: Pangkalan Jauh, Bebani Rakyat
Jakarta – Sejumlah warga di berbagai daerah mengeluhkan Kesulitan mendapatkan elpiji subsidi 3 kg setelah pemerintah melarang pengecer menjual gas melon tersebut. Kebijakan ini dianggap menyulitkan masyarakat, terutama di daerah yang jauh dari pangkalan resmi.
Banyak warga yang sebelumnya mengandalkan pengecer kini harus pergi lebih jauh untuk mendapatkan elpiji, sementara distribusi di pangkalan sering kali terbatas. Akibatnya, antrean panjang dan kelangkaan pun mulai terjadi di beberapa tempat, sehingga Membebani Masyarakat Kecil yang sangat bergantung pada gas bersubsidi ini.
Keluhan Warga: Harus Jauh dan Antre Panjang
Sejak aturan larangan pengecer menjual elpiji 3 kg diterapkan, Warga merasa semakin kesulitan. Biasanya, mereka bisa membeli gas di warung terdekat dengan harga sedikit lebih mahal, tetapi lebih mudah dijangkau. Kini, mereka harus pergi ke pangkalan yang jaraknya bisa mencapai beberapa kilometer.
“Dulu beli di warung tinggal jalan kaki, sekarang harus ke pangkalan yang jauh. Kadang di pangkalan malah habis,” keluh Siti (45), warga Bekasi.
Warga lainnya juga mengungkapkan bahwa meskipun harga di pangkalan lebih murah, biaya transportasi untuk mengambil elpiji justru membuat mereka mengeluarkan uang lebih banyak.
“Kalau beli di pangkalan memang lebih murah, tapi ongkos ke sananya juga mahal. Jadi sama saja, malah lebih repot,” ujar Anton (50), warga Bogor.
Selain itu, banyak pangkalan yang memberlakukan sistem antrean, sehingga warga harus datang pagi-pagi untuk mendapatkan gas sebelum kehabisan.
Pengecer Dilarang, Kenapa?
Pemerintah mengeluarkan larangan pengecer menjual elpiji 3 kg sebagai bagian dari upaya memastikan distribusi tepat sasaran dan mencegah harga yang melambung tinggi. Dengan kebijakan ini, gas subsidi hanya boleh dibeli langsung dari pangkalan resmi dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah.
Namun, kebijakan ini justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat, terutama yang tinggal di daerah terpencil atau yang tidak memiliki akses mudah ke pangkalan resmi.
Beberapa alasan di balik kebijakan ini antara lain:
✅ Menghindari penyalahgunaan subsidi oleh pihak yang tidak berhak.
✅ Mencegah harga elpiji melonjak terlalu tinggi di tingkat pengecer.
✅ Memastikan distribusi lebih merata langsung ke masyarakat.
Namun, banyak yang menilai kebijakan ini kurang mempertimbangkan kondisi di lapangan, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari pangkalan atau memiliki keterbatasan mobilitas.
Kelangkaan Mulai Terjadi, Harga Bisa Naik?
Di beberapa daerah, aturan baru ini mulai berdampak pada ketersediaan elpiji 3 kg. Warga mengaku bahwa stok di pangkalan sering kali habis lebih cepat karena meningkatnya jumlah pembeli langsung.
Di sisi lain, beberapa pihak memprediksi bahwa larangan ini bisa menyebabkan harga elpiji subsidi di pasar gelap semakin tinggi. Jika akses resmi semakin sulit, maka bisa muncul spekulan yang menjual gas melon dengan harga jauh lebih mahal.
“Sekarang susah cari gas, kalaupun ada harganya bisa lebih mahal dari sebelumnya. Karena orang-orang panik, banyak yang beli dalam jumlah besar,” kata seorang warga di Depok.
Solusi dari Pemerintah?
Menanggapi keluhan masyarakat, pemerintah mengklaim bahwa distribusi elpiji 3 kg akan terus diawasi agar tetap lancar. Beberapa solusi yang direncanakan antara lain:
🔹 Menambah jumlah pangkalan di daerah-daerah yang membutuhkan.
🔹 Menyediakan sistem pendataan bagi warga yang benar-benar berhak mendapatkan elpiji subsidi.
🔹 Memastikan pasokan ke pangkalan tetap stabil agar tidak terjadi kelangkaan.
Namun, hingga saat ini, banyak warga yang masih merasa kebijakan ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan, terutama bagi mereka yang sudah terbiasa membeli di pengecer dengan mudah.
Kesimpulan
Larangan pengecer menjual elpiji 3 kg mungkin bertujuan baik, tetapi dampaknya cukup berat bagi masyarakat kecil. Akses ke pangkalan yang terbatas, jarak yang jauh, serta kemungkinan kelangkaan justru membuat rakyat kecil semakin terbebani.
Pemerintah perlu mencari solusi agar kebijakan ini tidak malah menyulitkan masyarakat yang benar-benar bergantung pada gas subsidi. Jika tidak ada perbaikan, maka keluhan warga akan semakin meningkat, dan risiko harga elpiji melon di pasar gelap pun bisa semakin besar.