Lucy Bronze: “Semakin Besar Sepak Bola Wanita, Semakin Banyak Juga Penyalahgunaannya”
Bek timnas Inggris, Lucy Bronze, menyampaikan keprihatinannya soal meningkatnya pelecehan dan penyalahgunaan terhadap para pemain, seiring berkembangnya sepak bola wanita. Hal ini disampaikan menyusul pengakuan rekan setimnya, Jess Carter, yang menerima pesan rasis selama gelaran Euro 2025.
Carter menyatakan akan menjauh dari media sosial karena mengalami “banyak pelecehan rasial” selama turnamen. FA (Asosiasi Sepak Bola Inggris) menyatakan sedang bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk membawa pelaku ke jalur hukum.
Gerakan Anti-Rasisme dan Keputusan Tak Lagi Berlutut
Tim nasional wanita Inggris, Lionesses, juga memutuskan untuk tidak lagi melakukan aksi berlutut sebelum pertandingan. Mereka menyebut perlu cara baru yang lebih efektif dalam melawan rasisme.
Bronze, yang selalu tampil selama Euro 2025 dan akan bertanding melawan Italia di semifinal, menyebut bahwa kesuksesan tim nasional justru membuka lebih banyak celah untuk kritik—dan sayangnya, juga pelecehan.
“Semakin besar pertandingan, semakin besar juga sorotannya, fans-nya, dan… kritiknya. Kami terbuka untuk kritik, tapi bukan untuk pelecehan,” ujar Bronze.
“Di sepak bola pria, pelecehan biasanya terlihat di stadion dan online, tapi di sepak bola wanita, kami jadi sasaran utama di media sosial. Ini sangat mengkhawatirkan.”
Tidak Helpless — Suara Pemain Masih Berarti
Bronze mengatakan bahwa sebelum turnamen, para pemain sempat berdiskusi soal meningkatnya pelecehan di dunia sepak bola wanita. Beberapa pemain seperti Alessia Russo dan Lauren James memilih membatasi penggunaan media sosial karena dampaknya terhadap kesehatan mental.
“Kami tahu suara kami bisa didengar dunia—baik oleh media sosial, UEFA, maupun FIFA. Kami bangga bisa menggunakan platform ini untuk menciptakan perubahan,” tegas Bronze.
Ia juga menyerukan tanggung jawab lebih dari platform media sosial dan menegaskan bahwa para pemain tidak bergantung pada media sosial untuk menjalani karier mereka.
“Kami main bola karena cinta pada olahraga, bukan karena media sosial. Kami tidak membutuhkannya untuk berkembang.”
Dukungan untuk Jess Carter
Bronze memuji keberanian Carter yang berani bicara di publik soal pelecehan yang ia alami:
“Untuk Jess bicara seperti itu sangat memberdayakan tim. Ini memberi kekuatan kepada pemain muda seperti Michelle [Agyemang] untuk juga berani bersuara. Kita semua, sebagai tim, berdiri di belakang Jess.”
Alex Greenwood: “Kita Butuh Bantuan untuk Membuat Perubahan Nyata”
Rekan setim, Alex Greenwood, menambahkan bahwa aksi berlutut telah kehilangan maknanya dan sudah saatnya mencari cara baru untuk menyuarakan penolakan terhadap diskriminasi.
“Kami butuh bantuan dari organisasi lain untuk mendorong perubahan nyata. Kami tahu kami hanya bisa melakukan sedikit, tapi kami akan terus berjuang semampu kami.”
Tindakan UEFA & FIFA terhadap Pelecehan Online
UEFA telah meluncurkan program pemantauan pelecehan online sejak Euro 2022, dan terus berjalan selama Euro 2025. Hasil program ini akan dirilis setelah turnamen berakhir.
FIFA juga merevisi kode disiplin mereka pada Mei 2025 untuk menindak pelaku pelecehan rasis dengan hukuman minimum yang lebih berat dan denda yang lebih besar.
Layanan perlindungan media sosial yang dipimpin FIFA selama Piala Dunia Wanita 2023 menemukan 7.085 komentar berisi pelecehan dan telah dilaporkan ke platform terkait.
Presiden FIFA, Gianni Infantino, menyatakan:
“Saya sangat sedih atas pelecehan yang diterima Carter. Tidak ada pemain yang seharusnya didiskriminasi dengan cara apa pun. Mereka harus bebas menunjukkan performa terbaik mereka di lapangan.”